RENUNGAN PAGI GMAHK
Minggu, 06 Desember 2020
Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.-–Yakobus 4: 6.
Langit seolah-olah dipenuhi oleh bentuk-bentuk yang bercahaya–”berlaksa-laksa dan beribu-ribu laksa banyaknya.” Tak ada pena manusia yang dapat melukiskan pemandangan itu, tidak ada pikiran fana yang sanggup mengerti keindahan dan keagungan kemuliaan-Nya. “Keagungan-Nya menutupi segala langit, dan bumi pun penuh dengan pujian kepada-Nya. Ada kilauan seperti cahaya, sinar cahaya dari sisi-Nya” (Hab. 3: 3, 4). Sementara awan yang hidup itu datang semakin dekat, setiap mata memandang Raja kehidupan itu. Tak ada lagi mahkota duri yang merusakkan kepala yang kudus itu, tetapi suatu perhiasan kemuliaan terletak di atas kening-Nya yang suci. Wajah-Nya memancarkan sinar terang yang menyilaukan melebihi sinar matahari di tengah hari. “Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan” (Why. 19: 16).
Di hadapan hadirat-Nya “muka sekalian orang menjadi pucat pasi, ketakutan keputusasaan kekal menimpa para penolak belas kasihan Allah.” “Hati menjadi tawar dan lutut goyah!” “Mengapakah setiap muka berubah menjadi pucat?” (Nah. 2: 10; Yer. 30: 6). Orang benar berseru dengan gemetar, “Siapakah yang dapat bertahan?” Nyanyian malaikat berhenti, dan terjadilah saat hening yang luar biasa. Lalu terdengar suara Yesus berkata, “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu.” Wajah orang-orang benar bercahaya dan sukacita memenuhi hati mereka. Dan malaikat-malaikat membunyikan lagu lebih keras dan kembali menyanyi, sementara mereka semakin dekat ke bumi ini.
Raja segala raja turun di atas awan, dibungkus di dalam api yang bernyala-nyala. Segala langit digulung bagaikan gulungan kertas, bumi bergetar di hadapan-Nya, dan setiap gunung dan pulau berpindah dari tempatnya. “Allah kita datang dan tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat-jilat, di sekelilingnya bertiup badai yang dahsyat. Ia berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya” (Mzm. 50: 3, 4).
Senda gurau olok-olokan sudah berakhir. Bibir yang penuh kebohongan ditutup rapat-rapat. Peperangan dan hiruk-pikuk serta derunya pertempuran “yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah” (Yes. 9: 4) tidak terdengar lagi. Yang terdengar hanyalah suara doa dan suara ratapan serta tangisan. Tangisan terdengar dari bibir orang-orang yang baru saja mengejek, “Sebab sudah tiba hari besar murka-Nya, siapakah yang dapat bertahan?” Orang-orang fasik berdoa supaya terkubur di bawah batu-batu gunung daripada memandang muka Dia yang telah mereka benci dan tolak._-–Alfa dan Omega, jld. 8, hhn. 676, 677.